Jakarta - Kacaunya manajemen tiket di Piala AFF 2010 sudah banyak dikeluhkan oleh suporter dan masyarakat. Hal ini kemudian ditanggapi panitia lokal dengan permintaan maaf.
"Kayaknya yang nonton ramai, dapat tiketnya saya dengar juga susah. Lagian (tiketnya) mahal. Saya mendingan nonton di televisi," ujar Hasanudin Camdi, seorang sopir taksi, kala berbincang dengan detikSport dalam perjalanan menuju Senayan, Minggu (19/12/2010).
Sesampainya di Stadion Gelora Bung Karno, ucapan pak Hasanudin terbukti. Banyak suporter sudah memadati area sekitar stadion, banyak pula yang masih antre untuk menukarkan kuitansi dengan tiket, dan banyak juga yang masih bertanya-tanya ke mana mereka harus membeli tiket.
Di depan kantor PSSI, sekelompok orang lainnya tengah melancarkan protes. Mereka dijanjikan akan diprioritaskan untuk mendapatkan pelayanan tiket dengan kupon yang sudah dibagikan sehari sebelumnya.
Menurut pengakuan beberapa di antaranya, mereka sudah berada di area GBK sejak pukul 6, berputar-putar mencari ke mana harus membeli tiket dengan kupon tersebut, tapi respon yang didapat malah dilempar-lempar dari loket ke loket, hingga akhirnya "terdampar" di depan gerbang kantor PSSI.
Protes tersebut berlangsung damai, tapi mereka terus berteriak meminta kepastian. Beberapa mengacung-acungkan kupon sebagai bukti janji yang diberikan kepada mereka sebelumnya, sebagian lainnya mengacung-acungkan uang 50 ribuan dan 100 ribuan sebagai bukti bahwa mereka datang untuk membeli tiket, bukan suporter liar.
Singkat cerita, sampai akhirnya laga Indonesia vs Filipina digelar, masih banyak orang yang tak kebagian tiket. Bahkan ada beberapa yang sudah memiliki tiket tapi tak bisa masuk ke dalam stadion lantaran tak diizinkan penjaga pintu masuk.
Alasannya? Kapasitas stadion sudah penuh. Kok bisa?
Entahlah. Tapi yang pasti kondisi di dalam stadion pun sama rumitnya.
Beberapa wartawan media yang memiliki akreditasi khusus Piala AFF tak kebagian tempat duduk. Penyebabnya, tempat duduk yang sudah dialokasikan oleh para pewarta ini sudah ditempati oleh pemegang tiket VIP Barat. Mengapa para pemegang tiket itu bisa sampai duduk di tribun media? Jawabannya karena kursi di VIP Barat sudah terisi penuh.
Aneh. Karena semestinya jumlah tiket VIP Barat yang tersedia sesuai dengan jumlah bangku.
Sudah penuh seperti itu, para suporter yang merasa sudah membeli tiket VIP Barat terus berdatangan masuk. Imbasnya, para penonton itu harus rela menonton sambil berdiri atau duduk di tangga tribun.
"Masa sudah beli mahal-mahal tidak menonton dari bangku," ujar Sani, seorang warga dari Cipete, yang kebetulan berada di samping detikSport.
Kerisauan para penonton itu akhirnya terlupakan setelah menyaksikan Indonesia bertanding. Ketika Cristian Gonzales membobol jala Neil Etheridge, pekik riang tak terhindarkan. Menonton dari tangga pun jadi seperti tak masalah.
Tapi masalah tetaplah masalah. Harus ada jalan keluar supaya hal serupa tak sampai terulang lagi. Dan akhirnya seusai laga, Ketua Panitia Lokal (LOC) Joko Driyono menyampaikan permintaan maaf atas kerumitan yang terjadi itu.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu, kami, panitia, meminta maaf atas penyelenggaraan ini. Kami sudah bekerja semaksimal mungkin. Tentu saja ada kekurangan sana-sini," katanya.
Joko menganalisis ini adalah sebab dari over-demand tiket dari suporter. Banyaknya permintaan yang kemudian ditanggapi dengan ketidaktegasan panitia yang terus menuruti permintaan suporter, hingga akhirnya jadi kacau. Padahal, akan lebih baik jika mereka dengan tegas menyatakan bahwa tiket dicetak terbatas atau sudah sold out sehingga para suporter pun jadi tak berharap atau dibuai janji.
"Yang terjadi di sini adalah over-demand. Panitia membuat kebijakan drastis dengan menuruti permintaan suporter. Salah satu keputusan accidental dari panitia adalah pengadaan kupon tersebut," tukas Joko.
Indonesia masih akan menjadi tuan rumah satu kali lagi, yakni untuk leg II final pada 29 Desember mendatang. Tentu, kacaunya manajemen tiket seperti ini diharapkan tak terulang lagi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment